Friday 25 April 2014

INDAHNYA MENTAWAI

INDAHNYA MENTAWAI
Pernah dengar tentang Mentawai. Sebagian orang mungkin masih asing dengan kawasan ini. Tapi kalau googling di internet maka yang tergambar adalah kawasan surfing yang menarik. Sebut saja kawasan Macaroni, yang memiliki ombak surfing yang disandingkan dengan kawasan Hawai. Dan ternyata Mentawai, LEBIH INDAH dari sekedar Macaroni.
Kami persempit tentang Kepulauan Mentawai. kami saat ini tinggal di kecamatan Sikakap. Kecamatan ini menempati dua pulau yaitu Pagai Utara dan Selatan.  Walaupun wilayah kerja kami di kawasan yang berwarna merah, tapi kami pun terlibat jika ada perjalanan ke wilayah lainnya (jika ada stakeholder yang ingin melibatka kami).
Figure 1 Pulau Pagai Utara dan Selatan
Kecamatan Sikakap merupakan salah satu daerah dari Kepulauan Mentawai yang terletak sekitar 150 km dari lepas pantai Sumatera Barat dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Dari Padang bisa ditempuh sekitar 12 jam perjalanan laut dengan kapal penumpang Gambolo atau Ambu Ambu (jangan khawatir dengan 12 jam, itu singkat jika digunakan untuk memandang langit yang indah dan tidur dengan bantuan antimo).
Figure 2 Gambolo Datang ke Sikakap
Tiba di dermaga Sikakap, umumnya saat matahari akan terbit dan para pemilik boat sudah standby untuk menjemput penumpang yang akan menuju dusun dusun terpencil. Sunset Sikakap tak kalah indah dari sunrise nya.
Figure 3 Hamparan Boat di Selat Sikakap
 
Figure 4 Sunset dari Laut Mentawai
Figure 5 Warna Warni Langit Sikakap
Kami tunjukkan Puskesmas Sikakap, tempat kami belajar. Puskesmas Sikakap  adalah jenis PKM Rawat Inap dengan layanan 24 jam. Walaupun bangunannya masih perlu perbaikan, tapi pelayanan untuk masyarakat tetap berjalan.
Figure 6 Edisi Perpisahan dengan PN 1
Figure 7 Staff PKM Sikakap in Action
Oke, waktunya beralih ke kawasan wisata di Sikakap. Untuk informasi saja, untuk mencapai Macaroni atau Aloita Island yang terkenal butuh biaya ekstra. Semoga ada kesempatan untuk kami kesana. Tapi jangan khawatir, banyak tempat menarik di Sikakap yang menjadi rekomendasi jika berkunjung kesini.
Oya, Ade, salah satu kawan Pencerah Nusantara II sudah pernah mengunjungi Macaroni dengan kendaraan bermotor. Ini cerita perjalanannya.
Figure 8 Jalan yang ditempuh dengan kendaraan bermotor
Figure 9 Di laut depan Macaroni
Figure 10 Pantai dengan ombak yang terkenal versi Mentawai
Figure 11Di Bengkel Kreatif Anak Mentawai
Ini oleh oleh yang dibawa Ade ketika cuti. Bingkisan menarik bagi para wisatawan asing yang berkunjung ke Macaroni.
Kalau Macaroni bisa ditempuh dengan laut atau motot, maka ada Pulau Siruso yang harus ditempuh dengan boat. Pergi ke Siruso sendirian, tidak kami rekomendasikan karena umumnya akan kesepian disana. Pulau ini tak berpenghuni. Kami bersama rekan rekan NGO baru saja mengunjungi pulau ini.
Figure 12 Menuju Pulau Siruso
Figure 13Bakar Bakar di Siruso
Figure 14 With Miss. Jannah
Figure 15 Semua ingin Mentawai yang lebih BAIK
If you want to go fast, run alone. Tapi perubahan yang cepat seringkali hilang dengan cepat. Untuk sebuah perubahan yang berkelanjutan maka perlu kerjasama.

Ini baru sebagian dari tempat menarik di sini. Foto dan rangkaian kata ini hanya mampu menceritakan sedikit dari indahnya negeri ini. Datang dan berkunjunlah kesini. Bawa sebuah semangat untuk kalian tularkan untuk masyarakat disini. Tapi, kenyamanan tak akan pernah hanya dibangun oleh tempat yang indah, perlu kawan, logika, dan hati yang ikhlas untuk menemukan kenyamanan itu.
Figure 16 Bermain Bersama di Dermaga Kecil
Untuk mereka, tak butuh kolam renang karena mereka mereka memiliki lautan yang tak berujung. Tak perlu pipa pipa besar, cukup dermaga kecil. Tapi yang mereka perlukan, kawan untuk bermain dan pikiran bahwa BAHAGIA itu SEDERHANA.

Ayo #turuntangan dan bergabunglah dalam gerakan PERUBAHAN (ini bukan kampanye looo)



This is……”Unforgottable Moment”






Hari ke 18 sepuluh kaki ini menginjak bumi Sikerei. Jiwa dan raga dituntut untuk terus menyatu dengan kehidupan dan penghidupan Kepulauan Mentawai. Sinyal yang belum jelas kapan menjadi normal, hiruk pikuk pasar tiap hari Rabu, mengurus rumah bersama, briefing internal hampir tiap malam, tepetepe (tebar pesona-red) dengan masyarakat setempat, serta berbagai upaya “menjual diri” untuk keberlangsungan hidup. Mungkin, kami mulai terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan ini. Dalam tim Pencerah Nusa Mentawai, kami mulai lebih mengenal satu sama lain, mulai kebiasaan tidur sampai kebiasaan mood. Kami dituntut untuk saling memahami, mulai dari karakter hingga kebiasaan, bukan menjatuhkan melainkan saling mengukuhkan, bukan membuka aib melainkan saling menjaga apa yang memang semestinya bukan menjadi konsumsi umum. Bahwa kami SATU KELUARGA, adalah keniscyaan.
Tanah Sikakap, dimana setiap hari Rabu kehidupan seperti berpindah ke satu tempat yaitu pasar, karena di hari itu bahan-bahan makanan fresh masuk bersamaan dengan Gombolo, kapal lintas selat Mentawai dari Padang yang datang sekali tiap pekan. Sejenak, pekerjaan rutin kantor bagi ibu-ibu rumah tangga seperti tertunda, pun kini, kami ikut meramaikan rutinitas ini.
Tanah Sikakap, yang lebih sering membuat kami roaming saat ada pasien berobat ke puskesmas karena bahasa Mentawai yang mereka pakai. Tak jarang kami, terutama dokter PN, membutuhkan seorang penerjemah karena ketidakmampuan beberapa masyarakat untuk berbahasa Indonesia.
Tanah Sikakap, yang mengharuskan kami untuk tanggap mengeluarkan ember-ember saat air hujan karena begitu berharganya air disini. Transportasi penyebrangan dengan boat, sebutan masyarakat setempat untuk perahu kayu kecil, menjadi transportasi umum keseharian kami untuk menjangkau wilayah-wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sikakap. Jalanan perbukitan penuh bebatuan, berlubang bahkan jalan dengan kubangan air saat hujan, mengharuskan kami memiliki keberanian untuk mengendarai motor-motor tangguh, terasa off the road. Untuk komunikasi, tak jarang kami harus berjalan 5 km “sekedar” untuk mencari sinyal yang hilang timbul. Serta situasi dan kondisi lain yang mengeluarkan kami dari zona nyaman, membuat kami sering disebut “orang gila”. Kegilaan yang kami sadari dan kami menikmatinya.

Tanah Sikakap, yang mengenalkan kami adat dan budaya baru di luar budaya suku kami berasal, mengenalkan kami orang-orang baru, Kak Nyes, Kak Af, Kak Lastri, Kak Rika,Kak Porsan, Bang Eky, Bang Yori, Bang Agus dan lainnya dengan latar belakang, karakteristik serta dinamika kerja masing-masing. Petugas desa, kepala dusun, kader-kader desa, serta masyarakat dengan perspektif kesehatan masing-masing yang mengharuskan kami untuk tak henti melakukan pendekatan personal maupun komunitas. Kami semakin sadar, akan ada banyak situasi menanti kami di depan sana, yang mengharuskan kami berada pada posisi netral, tanpa keberpihakan melainkan untuk kebermanfaatan rakyat, demi tercapainya misi MDGs, alasan pertama kami berada disini.

-Ns. Umi Hani, S.Kep-