Sunday, 22 March 2015

JANGAN KORBANKAN AKU : "PENTINGNYA PENDEWASAAN USIA PERNIKAHAN"

1 Oktober 2014

Sudah sekitar satu bulan kami menjadi warga mentawai, kegiatan yang kami lakukan adalah mendampingi serta membantu kerja Puskesmas Sikakap. Hingga satu pagi kami mendapat kabar dari Dinas Kesehatan Kabupaten, bahwa mereka akan turun untuk pengambilan sampel darah Filariasis sambil mengadakan pengobatan gratis. Dinas Kesehatan Kabupaten mengajak perwakilan dari kami untuk ikut serta dalam perjalanan ini, yaitu  Zeinny dan Zaky sebagai dokter dan perawat dari Pencerah Nusantara 3. Kami diberitahukan untuk ikut serta dalam perjalanan di Mabolak, sebuah dusun terpencil yang terletak dibagian selatan Pulau Pagai Selatan. Senang sekali rasanya ketika mendapat undangan ini. Maka ketika pesan sms masuk kedalam HP kami, kami langsung mengiyakan ajakkan dari Dr. Budi, untuk ikut serta bersama tim Dinas Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk turun lapangan ke dusun Mabolak dan Mangkabaga.

Perjalanan menuju Pagai Selatan menghabiskan waktu sekitar 3 jam menggunakan kapal kecil bermesin 80 pk dan disambung dengan perjalanan darat sejauh 1 Km. Perjalanan yang dilalui berliku dan turun naik bukit yang kami tempuh sambil membawa berkarung-karung logistik kami berupa obat-obatan, makanan dan minuman. Sesampainya disana kami langsung membuka dua pos, Pos Pertama adalah Posyandu, dan Pos Kedua adalah Balai Pengobatan. Posyandu, sudah tidak berjalan sejak 3 bulan yang lalu, Puskesmas Pembantu yang berdiri tegak diatas bukit pun dibiarkan kosong tak terawat. Lucunya, petugas desa yang ditempatkan di dusun ini tidak ada ditempat dengan alasan ingin mengajak isterinya tinggal serta di dusun. Namun, kehadiran petugas desa yang dinanti tak juga kunjung datang.

Sekitar satu jam berjalan balai pengobatan, ada seorang kader kesehatan yang melaporkan salah satu warganya yang mengalami masalah kesehatan. Seorang ibu muda usia 18 tahun yang baru sebulan melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan. Kami diminta untuk datang mengunjungi keluarga tersebut karena menurut kader kesehatan, ada yang tidak beres dengan bayi yang baru saja dilahirkan tersebut. Namun sang ibu tidak dapat keluar karena ada keyakinan yang dianut bagi keluarga bahwa ibu tidak boleh keluar selama 40 hari setelah melahirkan. Ditambah dengan kondisi geografis rumah tinggal sang ibu yang sangat sulit dijangkau. Untuk mencapai kesana, kami harus melewati turunan curam yang licin dan berlumut dan setelahnya kami harus mendaki bukit sederhana yang berlumpur dan licin. Sangat sulit dilalui oleh ibu yang baru saja melahirkan.

Setelah berjalan sekitar 10 menit dari Puskesmas Pembantu, kami sampai disebuah rumah petak yang terbuat dari kayu. Kami dapati Bayi usia 1 bulan yang  sangat kurus dengan BB sekitar 2,2 Kg, kulitnya merah terkelupas dan gerakkannya lemas serta tidak menangis. Bayi tersebut baru saja lahir satu bulan yang lalu di dukun beranak, namun menurut penuturan sang ibu, belum ada penambahan berat badan pada bayinya, selain itu, terdapat kemerahan pada sekitar 80 % tubuh sang bayi. Awalnya, sang ibu dan sang ayah merasa tidak ada masalah pada buah hatinya tersebut. Anehnya, kondisi tidak sehat bayinya itu diketahui oleh sang ibu dari tetangga-tetangga disekitar rumah. Sang ibu khawatir akan kondisi bayinya yang menurut tetangga-tetangganya tidak sehat. Kami putuskan untuk berbincang dengan sang orangtua untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pola asuh keluarga.
Sekitar satu jam berbincang, kami menyimpulkan bahwa ada banyak sekali kesalahan yang  secara tidak sengaja dilakukan oleh orang tua tersebut. Bisa jadi, kondisi buah hatinya sekarang adalah penyebab dari rendahnya pengetahuan ibu, minimnya akses informasi dan terbatasnya akses kesehatan di dusun tersebut. Seperti waktu pemberian ASI yang dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara kami, sang ibu hanya memberikan ASI 3 kali dalam sehari. Ibu beranggapan bahwa kebutuhan bayi sama dengan kebutuhan orang dewasa, sehingga menurutnya tidak perlu memberikan ASI lebih dari kebutuhan bayi. Selain itu, ibu mengatakan bahwa ASI yang keluar hanya sedikit. Hal ini disebabkan karena pemenuhan nutrisi ibu menyusui yang tidak adekuat. Bagaimana bisa terpenuhi jika dalam satu hari, sang ibu hanya makan nasi yang dicampur dengan garam dan airputih tanpa tambahan lauk lainnya. Ditambah lagi cara pemberian ASI dan posisi yang tidak tepat pada saat menyusui, serta perawatan bayi yang kurang tepat yang menjadi masalah utama pada keluarga ini.

Lain ceritanya jika calon orang tua benar-benar dipersiapkan menjadi orang tua. Perempuan yang akan akan menjadi ibu benar-benar dipersiapkan menjadi seorang ibu. Ibu merupakan ujung tombak keluarga, Ibu akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Dari seorang ibu lah anak-anaknya akan belajar banyak hal tentang kehidupan, serta dialah yang akan mempengaruhi kesehatan keluarganya.  Begitu juga laki-laki yang dipersiapkan menjadi ayah. Terkadang kita lupa peran ayah ini juga tak kalah penting dengan peran ibu dalam membangun keluarga serta membesarkan anak. Ayahlah yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sang ayah juga yang harus menjadi pengambil keputusan yang akan diambil dalam keluarganya, termasuk keputusan dalam menjaga dan mempertahankan status kesehatan keluarganya. Alangkah sempurnanya keluarga jika sang ayah dan sang ibu dapat memaksimalkan perannya masing-masing dan tahu apa yang harus dilakukan jika keluarganya menghadapi masalah, termasuk masalah kesehatan.

Pentingnya pendewasaan usia pernikahan menjadi WAJIB untuk dilakukan oleh setiap pasangan yang akan jadi ibu dan ayah. Jangan sampai karena keegoisan kita sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta, kita lupa ada anak yang akan menanggung beban. Ada anak juga yang nantinya akan menjadi korban akibat tidak adanya kesiapan kita menjadi orang tua. Persiapan mental maupun fisik menjadi hal yang wajib untuk dipersiapkan bagi calon ibu dan calon ayah dimasa yang akan datang.
Disisi lain, kita tidak boleh lupa ada tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat di dusun-dusun terpencil. Bahwa, dalam masalah perburukan status kesehatan ini ada tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Bisa jadi,  kita terlalu fokus  menuntut manusianya untuk berkembang, berkualitas dan berlari mengimbangi zaman. Tapi kita lupa bahwa ada tanggung jawab dari pemimpin kita yang belum tertunaikan. Memudahkan akses-akses yang penting yang merupakan hak setiap orang untuk memilikinya. Akses kesehatan, Akses Pendidikan, dan Akses informasi.

Mungkin ini tidak hanya terjadi disini, tapi ini masalah yang juga terjadi di seluruh dusun-dusun terpencil yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Akses pendidikan yang sulit yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Akses informasi yang terbatas juga mempengaruhi pengetahuan masyarakat, demografi yang sulit serta fasilitas kesehatan yang tidak tersedia memperparah terjadinya perburukan status kesehatan masyarakat yang tinggal di dusun-dusun terpencil.


Penulis : Zakiyyah Ahsanti R

No comments:

Post a Comment