1
Oktober 2014
Sudah
sekitar satu bulan kami menjadi warga mentawai, kegiatan yang kami lakukan
adalah mendampingi serta membantu kerja Puskesmas Sikakap. Hingga satu pagi
kami mendapat kabar dari Dinas Kesehatan Kabupaten, bahwa mereka akan turun
untuk pengambilan sampel darah Filariasis sambil mengadakan pengobatan gratis.
Dinas Kesehatan Kabupaten mengajak perwakilan dari kami untuk ikut serta dalam
perjalanan ini, yaitu Zeinny dan Zaky
sebagai dokter dan perawat dari Pencerah Nusantara 3. Kami diberitahukan untuk
ikut serta dalam perjalanan di Mabolak, sebuah dusun terpencil yang terletak
dibagian selatan Pulau Pagai Selatan. Senang sekali rasanya ketika mendapat
undangan ini. Maka ketika pesan sms masuk kedalam HP kami, kami langsung
mengiyakan ajakkan dari Dr. Budi, untuk ikut serta bersama tim Dinas Kabupaten
Kepulauan Mentawai untuk turun lapangan ke dusun Mabolak dan Mangkabaga.
Perjalanan
menuju Pagai Selatan menghabiskan waktu sekitar 3 jam menggunakan kapal kecil
bermesin 80 pk dan disambung dengan perjalanan darat sejauh 1 Km. Perjalanan
yang dilalui berliku dan turun naik bukit yang kami tempuh sambil membawa
berkarung-karung logistik kami berupa obat-obatan, makanan dan minuman.
Sesampainya disana kami langsung membuka dua pos, Pos Pertama adalah Posyandu,
dan Pos Kedua adalah Balai Pengobatan. Posyandu, sudah tidak berjalan sejak 3
bulan yang lalu, Puskesmas Pembantu yang berdiri tegak diatas bukit pun
dibiarkan kosong tak terawat. Lucunya, petugas desa yang ditempatkan di dusun
ini tidak ada ditempat dengan alasan ingin mengajak isterinya tinggal serta di
dusun. Namun, kehadiran petugas desa yang dinanti tak juga kunjung datang.
Sekitar
satu jam berjalan balai pengobatan, ada seorang kader kesehatan yang melaporkan
salah satu warganya yang mengalami masalah kesehatan. Seorang ibu muda usia 18
tahun yang baru sebulan melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan.
Kami diminta untuk datang mengunjungi keluarga tersebut karena menurut kader
kesehatan, ada yang tidak beres dengan bayi yang baru saja dilahirkan tersebut.
Namun sang ibu tidak dapat keluar karena ada keyakinan yang dianut bagi
keluarga bahwa ibu tidak boleh keluar selama 40 hari setelah melahirkan. Ditambah
dengan kondisi geografis rumah tinggal sang ibu yang sangat sulit dijangkau.
Untuk mencapai kesana, kami harus melewati turunan curam yang licin dan
berlumut dan setelahnya kami harus mendaki bukit sederhana yang berlumpur dan
licin. Sangat sulit dilalui oleh ibu yang baru saja melahirkan.
Setelah
berjalan sekitar 10 menit dari Puskesmas Pembantu, kami sampai disebuah rumah
petak yang terbuat dari kayu. Kami dapati Bayi usia 1 bulan yang sangat kurus dengan BB sekitar 2,2 Kg,
kulitnya merah terkelupas dan gerakkannya lemas serta tidak menangis. Bayi
tersebut baru saja lahir satu bulan yang lalu di dukun beranak, namun menurut
penuturan sang ibu, belum ada penambahan berat badan pada bayinya, selain itu,
terdapat kemerahan pada sekitar 80 % tubuh sang bayi. Awalnya, sang ibu dan
sang ayah merasa tidak ada masalah pada buah hatinya tersebut. Anehnya, kondisi
tidak sehat bayinya itu diketahui oleh sang ibu dari tetangga-tetangga
disekitar rumah. Sang ibu khawatir akan kondisi bayinya yang menurut
tetangga-tetangganya tidak sehat. Kami putuskan untuk berbincang dengan sang
orangtua untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pola asuh keluarga.
Sekitar
satu jam berbincang, kami menyimpulkan bahwa ada banyak sekali kesalahan
yang secara tidak sengaja dilakukan oleh
orang tua tersebut. Bisa jadi, kondisi buah hatinya sekarang adalah penyebab dari
rendahnya pengetahuan ibu, minimnya akses informasi dan terbatasnya akses
kesehatan di dusun tersebut. Seperti waktu pemberian ASI yang dilakukan. Berdasarkan
hasil wawancara kami, sang ibu hanya memberikan ASI 3 kali dalam sehari. Ibu
beranggapan bahwa kebutuhan bayi sama dengan kebutuhan orang dewasa, sehingga
menurutnya tidak perlu memberikan ASI lebih dari kebutuhan bayi. Selain itu,
ibu mengatakan bahwa ASI yang keluar hanya sedikit. Hal ini disebabkan karena
pemenuhan nutrisi ibu menyusui yang tidak adekuat. Bagaimana bisa terpenuhi
jika dalam satu hari, sang ibu hanya makan nasi yang dicampur dengan garam dan
airputih tanpa tambahan lauk lainnya. Ditambah lagi cara pemberian ASI dan
posisi yang tidak tepat pada saat menyusui, serta perawatan bayi yang kurang
tepat yang menjadi masalah utama pada keluarga ini.
Lain
ceritanya jika calon orang tua benar-benar dipersiapkan menjadi orang tua. Perempuan
yang akan akan menjadi ibu benar-benar dipersiapkan menjadi seorang ibu. Ibu
merupakan ujung tombak keluarga, Ibu akan menjadi guru pertama bagi
anak-anaknya. Dari seorang ibu lah anak-anaknya akan belajar banyak hal tentang
kehidupan, serta dialah yang akan mempengaruhi kesehatan keluarganya. Begitu juga laki-laki yang dipersiapkan
menjadi ayah. Terkadang kita lupa peran ayah ini juga tak kalah penting dengan
peran ibu dalam membangun keluarga serta membesarkan anak. Ayahlah yang
memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sang ayah juga yang
harus menjadi pengambil keputusan yang akan diambil dalam keluarganya, termasuk
keputusan dalam menjaga dan mempertahankan status kesehatan keluarganya.
Alangkah sempurnanya keluarga jika sang ayah dan sang ibu dapat memaksimalkan
perannya masing-masing dan tahu apa yang harus dilakukan jika keluarganya
menghadapi masalah, termasuk masalah kesehatan.
Pentingnya
pendewasaan usia pernikahan menjadi WAJIB untuk dilakukan oleh setiap pasangan
yang akan jadi ibu dan ayah. Jangan sampai karena keegoisan kita sebagai
pasangan yang sedang jatuh cinta, kita lupa ada anak yang akan menanggung
beban. Ada anak juga yang nantinya akan menjadi korban akibat tidak adanya
kesiapan kita menjadi orang tua. Persiapan mental maupun fisik menjadi hal yang
wajib untuk dipersiapkan bagi calon ibu dan calon ayah dimasa yang akan datang.
Disisi
lain, kita tidak boleh lupa ada tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan
fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat di dusun-dusun
terpencil. Bahwa, dalam masalah perburukan status kesehatan ini ada tanggung
jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Bisa jadi, kita terlalu fokus menuntut manusianya untuk berkembang,
berkualitas dan berlari mengimbangi zaman. Tapi kita lupa bahwa ada tanggung
jawab dari pemimpin kita yang belum tertunaikan. Memudahkan akses-akses yang
penting yang merupakan hak setiap orang untuk memilikinya. Akses kesehatan,
Akses Pendidikan, dan Akses informasi.
Mungkin
ini tidak hanya terjadi disini, tapi ini masalah yang juga terjadi di seluruh
dusun-dusun terpencil yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Akses
pendidikan yang sulit yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Akses
informasi yang terbatas juga mempengaruhi pengetahuan masyarakat, demografi
yang sulit serta fasilitas kesehatan yang tidak tersedia memperparah terjadinya
perburukan status kesehatan masyarakat yang tinggal di dusun-dusun terpencil.
Penulis
: Zakiyyah Ahsanti R
No comments:
Post a Comment