Sunday, 22 March 2015

Dedikasi tanpa mengenal Apresiasi, Ibu Hebat Kebanggaan Sikakap: HAPPY MOTHERS DAY

Dokumentasi Perjalanan Pencerah Nusantara Batch 3: 22`Desember 2014

Akhir tahun ini disambut dengan derasnya rintik hujan yang turun hampir setiap hari.  Di sikakap, hujan terus terun di bulan desember. Rasanya seperti kembali pada zaman dimana musim masih teratur. Zaman ketika kami masih duduk di bangku SD, dimana kami dapat menebak kapan turunnya hujan dan kapan musim kemarau datang. Kali ini kami akan bercerita tentang hari spesial yang dirayakan satu tahun satu kali, Hari IBU.

Sekejap kami semua menjadi melankolis ketika hari Ibu tiba, 22 Desember adalah hari spesial yang setiap tahunnya kami rayakan bersama ibu-ibu kami dirumah. Kami hadiahkan ucapan dan persembahan spesial bagi ibu-ibu kami dirumah setiap tahunnya. Namun, hari ini kami lalui jauh dari rumah dan jauh dari ibu kami. Suasana rintik-rintik hujan memperparah keadaan, dimana suasana hati kami menjadi sangat redup dan melankolis menyambut datangnya hari ibu pagi itu.

Jauh dari rumah dan jauh dari orang tua merupakan pengalaman yang tidak mudah untuk dijalani dan mungkin akan sulit dilupakan. Meskipun terlihat mudah untuk dijalani, kami semua disini merasa sangat sulit untuk mengendalikan rasa rindu kami kepada orang tua kami, terutama ibu. Sebagian dari kami, mengalihkan rasa rindu nya dengan membatasi komunikasinya dengan rumah. Sebagiannya lagi memutuskan untuk terus rutin berkomunikasi setiap hari. Yang memutuskan untuk membatasi komunikasi punya alasan jika mendengar suara ibunya, sekejap saja air mata langsung menetes tanpa bisa dikendalikan.

Setelah beradaptasi kurang lebih 3 bulan dan terbiasa untuk berpisah dari keluarga dan rumah, kadang membuat emosi kami menjadi tidak stabil. Ada yang mencari koping dengan mencari sosok-sosok ibu di sini. Ada juga yang senang bercerita dengan sahabat-sahabat nya di Sikakap juga tentang ibu yang dibanggakannya untuk sekedar melepas kerinduan. Sejauh ini, cara tersebut cukup berhasil untuk sekedar megalihkan rasa rindu yang bertumpuk kepada keluarga terutama Ibu. Dalam kesempatan kali ini, izinkan kami bercerita tentang sosk-sosok Ibu hebat yang kami temui dalam perjalanan kami sebagai apresiasi atas dedikasi yaang diberikan kepada keluarga dan masyarakat.

Dalam buku “School of Life” karya Bayu Gawtama, Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan pertama yang akan di rasakan oleh anak-anak adalah dirumah, bukan disekolah. Karena dari ibulah, sang anak belajar untuk berbicara, belajar untuk bersikap, belajar tentang arti kesabaran dan keikhlasan. Anak akan belajar dan mencontoh perilaku orang terdekatnya, yaitu Ibu. Sosok ibu menjadi penting ketika kita melihat peran ibu dari fungsi keluarga. Dalam susunan keluuarga, ayah menjadi kepala keluarga, ayahlah yang akan menjadi pemimpin, penentu kebijakan, pengambil keputusan dan pencari nafkah. Tapi dibalik pemimpin selalu ada orang-orang hebat yang mendorong, manjadi penasehat dan menjadi pengatur strategi untuk menjalankan sebuah fungsi keluarga. Itulah sosok Ibu, mungkin kita sering mendengar bahwa ibu merupakan ujung tombak sebuah keluarga. Ujung tombak yang akan menjaga kestabilan sebuah rumah tangga. Peran ibu dalam sebuah keluarga menjadi sangat penting jika keluarga sedang menghadapi permasalahan. Dimana sosok ibu yang akan mengatur segalanya agar tetap bisa seimbang. Meski ayah yang menentukan kebijakan, sosok ibulah yang akan menjaga keseimbangan agar fungsi keluarga tetap bisa berjalan dengan baik meski keluarga dilanda musibah.

Kalau kami boleh bercerita, kami menemukan sosok-sosok ibu hebat di sini. Bukan sekedar seorang ibu yang punya prestasi dan mendapatkan piala dari sebuah lomba. Bukan pula ibu yang mendapatkan penghargaan dari sebuah kompetisi. Tapi ini tentang dedikasinya yang mungkin tak pernah dilihat atau bahkan diapresiasi. Tentang pengabdian dan kerja keras seorang wanita yang tanpa sadar juga menjadi tulang-tulang punggung keluarga. Juga tentang wanita-wanita yang menjadi ujung tombak sekaligus pendidik dikeluarganya.

Seorang ibu yang cantik semapai yang tinggi badannya mencapai 180 cm, berat badan ideal dan paras wajah yang cantik. Bukan hanya paras wajahnya saja yang cantik, tapi cara bicaranya yang menawan dan sikapnya yang baik pada siapa saja yang membuat ia semakin mempesona. Namun, bila kau tanya apa profesinya, ia menjawab profesinya adala Ibu, bidan merupakan profesi sampingannya. Bagaimana tidak, memiliki 3 orang anak yang jika dilihat bertubuh besar, punya seorang suami yang bekerja sebagai polisi, tapi masih juga bisa mendedikasikan dirinya bekerja melayani masyarakat. Sekilas kita akan menilai bahwa ibu yang satu ini bisa mendaftar di agency model ataupun artis karena paras wajahnya yang cantik dan badannya yang ideal. Tapi kini, menjadi ibu dan bidan yang dia pilih sebagai profesinya sekarang. Setiap pagi, ia harus bangun mempersiapkan sarapan untuk anak-anak yang sekolha dan suaminya bekerja. Setelah itu, ia juga berangkat kerja sambil membawa anak bungsunya yang berusia 12 bulan. Sekitar jam 10.00 WIB dia kembali menjemput anak keduanya di TK dan mengajaknya meneruskan kerjanya di Puskesmas. Bahkan, seringkali kami, Pencerah Nusantara mendampinginya turun dusun dengan membawa kedua anaknya. Tapi, jangan disangka kinerjanya menjadi buruk karena kehadiran 2 anaknya dalam kerjanya di Puskesmas. Karena sang ibu, mungkin menjadi kebanggaan dan merupakan staff terbaik Puskesmas Sikakap, yang kami sebut “Our Local Hero”.

Itulah Bidan Ayu yang selalu totalitas di rumah dan didalam pekerjaannya. Tanpanya, takkan berjalan program-program kesehatan wajib Puskesmas, takkan terealisasi rumah tunggu bersalin dan takkan berjalan pula kelas-kelas ibu hamil serta kelas ibu balita di Kecamatan Sikakap. Itulah sosok yang mungkin dedikasinya tidak pernah ada apresiasi dari siapapun. Tapi keikhlasannya menjadi pelajaran yang bisa kita pelajari dan aplikasikan berpuluh-puluh tahun kedepan. Pelajaran yang mungkin tidak pernah kita temukan di bangku kuliah, Dedikasi tanpa Apresiasi. Kepadanya, kami ucapkan Happy Mothers Day, kamu adalah Ibu yang Hebat.

Dokumentasi Pembagian Bunga bagi Ibu-Ibu Hebat Kebanggaan Sikakap yang Dedikasinya tanpa mengenal Apresiasi “HAPPY MOTHERS DAY”.


Penulis : Zakiyyah Ahsanti R

PUNGGUNG KEKAR SI KECIL RADI

Dokumentasi Perjalanan Pencerah Nusantara Batch 3: Tanggal 21 Oktober 2014

Adalah Radi, seorang anak berusia 9 tahun dengan tinggi badan sekitar 120 cm dan berat badan 20 Kg. Berjalan setiap hari menyusuri jalan-jalan terkecil menyisir setiap sudut Kota Sikakap untuk menjajakan dagangannya tanpa menggunakan alas kaki. Dengan modal keranjang di punggung yang berisikan sayuran-sayuran yang dicari oleh ibunya di hutan. Radi kecil menggunakan topi sekolah dasarnya untuk sekedar melindungi kepala dari teriknya panas matahari di siang hari. Dari kejauhan tampak seperti orang dewasa yang menanggung beban kehidupan keluarganya. Meski keringat menetes di kening nya, senyum nya masih menghiasi wajah polosnya sesekali.

Hari itu, agenda kami adalah menghandiri Posyandu di Seay lama, sebuah dusun di Desa Sikakap. Untuk menjangkau Dusun Seay Lama, kami harus merogoh kocek Rp 4.000 untuk menggunakan transportasi laut, boat antar pulau. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan berjalan kaki dengan jalan yang menanjak  sejauh 1 Km. Kala itu begitu panas, matahari menyengat sepanjang siang. Membuat kami sesekali mampir di teras-teras rumah milik penduduk untuk sekedar mengumpulkan sisa tenaga untuk menyusuri perjalanan hari itu.



Kami bertemu Radi kecil dalam perjalanan pulang seusai melaksanan Posyandu. Radi Nampak sangat kecil, tapi guratan wajahhnya menggambarkan kedewasaan dan tanggung jawab. Kami tertarik untuk menyapanya, seorang anak kecil dengan keranjang sayur besar yang berjalan tanpa alas kaki. Awalnya, Radi tampak tertutup dan malu menjawab semua pertanyaan kami. Bagaimana tidak, semua berebut bertanya kepada Radi kecil tentang apa, siapa, dan mengapa ia berjualan di siang itu. Baginya, berjualan adalah hal biasa ia lakukan sepulang sekolah. Namun bagi kami, seorang anak kecil dengan keranjang sayur adalah hal yang sangat baru buat kami. Mengundang perhatian dan rasa penasaran kami untuk mengetahui lebih dalam mengenai kisah hidupnya.



Kami mengajaknya singgah di sebuah warung untuk minum segelas air putih. Keringatnya yang terus menetes membuat kami begitu iba memandangnya. Setelah sekitar setengah jam kami menyita waktu kerjanya, banyak hal yang kami dapat pelajari dari seorang anak yang harus jadi tulang punggung keluarganya. Pelajaran tentang hidup keras yang memaksa seorang anak kecil yang polos menanggung beban begitu besar bagi keluarganya.

Radi kecil memiliki 4 orang adik yang masih sangat kecil-kecil, adik pertamanya berusia 7 tahun, adik selanjutnya berusia 4 tahun, 2 tahun dan 8 bulan. Radi adalah anak tertua sekaligus menjadi tulang punggung dikeluarganya. Radi dan Ibunya berjuang keras untuk menghidupi adik-adiknya yang masih sangat kecil. Ayahnya telah pergi meninggalkannya dan adik-adiknya sejak satu tahun yang lalu. Sejak saat itu, sang ibu bekerja mencari sayur yang akan di jual Radi sepulang sekolah. Setelah mengelilingi sikakap untuk menjajakan sayurannya, Radi kecil kembali pulang kerumah. Terkadang Radi juga harus menginap di poskamling ataupun teras-teras rumah karena ketinggalan Boat antar pulau yang hanya beroperasi sampai dengan pukul 17.00. Radi kecil terbiasa menghabiskan waktunya untuk sekolah dan berjualan. Masa kecil yang harusnya ia nikmati, bergaul dengan teman sebayanya harus dia ganti dengan beban dan tanggung jawab yang begitu besar.

Mendengar kisah Radi, kami tertarik untuk benar-benar datang dan membuktikan apa yang telah Radi kisahkan kepada kami. Beberapa hari setelah kami bertemu Radi, kami memutuskan untuk datang kerumahnya. Ketika sampai disana, kami mendapati ketiga adik Radi yang masih kecil ditinggal tanpa pengawasan orang tua di rumah petak ukuran 3 x 2 meter. Adik yang paling kecil terus menangis kehausan, dan kedua kakanya sibuk bermain bedak milik ibunya. Menyaksikan pemandangan tersebut kami berpikir bahwa ternyata masih ada anak-anak terlantar yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya. Bahkan tetangganya yang berdekatan pun enggan untuk sekedar menengok adik-adik radi yang tinggal sendiri karena sang ibu harus mencari sayur di hutan.

Kisah Radi adalah satu dari ratusan bahkan ribuan kisah-kisah anak terlantar di Indonesia. Ketiaksiapan menjadi orang tualah barangkali menjadi penyebab terjadinya kasus-kasus penelantaran anak-anak di bawah umur. Tanpa sengaja dengan alasan ekonomi, anak-anaklah yang akan menjadi korbannya. Dengan alasan tidak sanggup lagi menafkahi, lantas pergi begitu saja meninggalkan tanggung jawab yang begitu besar pada punggung-punggung kecil tak berdosa. Yang memaksa buah hati menjadi tulang punggung, yang membuat anak-anak kecil tak berdosa dewasa sebelum waktunya, yang karenanya punggung kekar itu dimiliki oleh si Kecil Radi.


Penulis ; Zakiyyah Ahsanti R

JANGAN KORBANKAN AKU : "PENTINGNYA PENDEWASAAN USIA PERNIKAHAN"

1 Oktober 2014

Sudah sekitar satu bulan kami menjadi warga mentawai, kegiatan yang kami lakukan adalah mendampingi serta membantu kerja Puskesmas Sikakap. Hingga satu pagi kami mendapat kabar dari Dinas Kesehatan Kabupaten, bahwa mereka akan turun untuk pengambilan sampel darah Filariasis sambil mengadakan pengobatan gratis. Dinas Kesehatan Kabupaten mengajak perwakilan dari kami untuk ikut serta dalam perjalanan ini, yaitu  Zeinny dan Zaky sebagai dokter dan perawat dari Pencerah Nusantara 3. Kami diberitahukan untuk ikut serta dalam perjalanan di Mabolak, sebuah dusun terpencil yang terletak dibagian selatan Pulau Pagai Selatan. Senang sekali rasanya ketika mendapat undangan ini. Maka ketika pesan sms masuk kedalam HP kami, kami langsung mengiyakan ajakkan dari Dr. Budi, untuk ikut serta bersama tim Dinas Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk turun lapangan ke dusun Mabolak dan Mangkabaga.

Perjalanan menuju Pagai Selatan menghabiskan waktu sekitar 3 jam menggunakan kapal kecil bermesin 80 pk dan disambung dengan perjalanan darat sejauh 1 Km. Perjalanan yang dilalui berliku dan turun naik bukit yang kami tempuh sambil membawa berkarung-karung logistik kami berupa obat-obatan, makanan dan minuman. Sesampainya disana kami langsung membuka dua pos, Pos Pertama adalah Posyandu, dan Pos Kedua adalah Balai Pengobatan. Posyandu, sudah tidak berjalan sejak 3 bulan yang lalu, Puskesmas Pembantu yang berdiri tegak diatas bukit pun dibiarkan kosong tak terawat. Lucunya, petugas desa yang ditempatkan di dusun ini tidak ada ditempat dengan alasan ingin mengajak isterinya tinggal serta di dusun. Namun, kehadiran petugas desa yang dinanti tak juga kunjung datang.

Sekitar satu jam berjalan balai pengobatan, ada seorang kader kesehatan yang melaporkan salah satu warganya yang mengalami masalah kesehatan. Seorang ibu muda usia 18 tahun yang baru sebulan melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan. Kami diminta untuk datang mengunjungi keluarga tersebut karena menurut kader kesehatan, ada yang tidak beres dengan bayi yang baru saja dilahirkan tersebut. Namun sang ibu tidak dapat keluar karena ada keyakinan yang dianut bagi keluarga bahwa ibu tidak boleh keluar selama 40 hari setelah melahirkan. Ditambah dengan kondisi geografis rumah tinggal sang ibu yang sangat sulit dijangkau. Untuk mencapai kesana, kami harus melewati turunan curam yang licin dan berlumut dan setelahnya kami harus mendaki bukit sederhana yang berlumpur dan licin. Sangat sulit dilalui oleh ibu yang baru saja melahirkan.

Setelah berjalan sekitar 10 menit dari Puskesmas Pembantu, kami sampai disebuah rumah petak yang terbuat dari kayu. Kami dapati Bayi usia 1 bulan yang  sangat kurus dengan BB sekitar 2,2 Kg, kulitnya merah terkelupas dan gerakkannya lemas serta tidak menangis. Bayi tersebut baru saja lahir satu bulan yang lalu di dukun beranak, namun menurut penuturan sang ibu, belum ada penambahan berat badan pada bayinya, selain itu, terdapat kemerahan pada sekitar 80 % tubuh sang bayi. Awalnya, sang ibu dan sang ayah merasa tidak ada masalah pada buah hatinya tersebut. Anehnya, kondisi tidak sehat bayinya itu diketahui oleh sang ibu dari tetangga-tetangga disekitar rumah. Sang ibu khawatir akan kondisi bayinya yang menurut tetangga-tetangganya tidak sehat. Kami putuskan untuk berbincang dengan sang orangtua untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pola asuh keluarga.
Sekitar satu jam berbincang, kami menyimpulkan bahwa ada banyak sekali kesalahan yang  secara tidak sengaja dilakukan oleh orang tua tersebut. Bisa jadi, kondisi buah hatinya sekarang adalah penyebab dari rendahnya pengetahuan ibu, minimnya akses informasi dan terbatasnya akses kesehatan di dusun tersebut. Seperti waktu pemberian ASI yang dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara kami, sang ibu hanya memberikan ASI 3 kali dalam sehari. Ibu beranggapan bahwa kebutuhan bayi sama dengan kebutuhan orang dewasa, sehingga menurutnya tidak perlu memberikan ASI lebih dari kebutuhan bayi. Selain itu, ibu mengatakan bahwa ASI yang keluar hanya sedikit. Hal ini disebabkan karena pemenuhan nutrisi ibu menyusui yang tidak adekuat. Bagaimana bisa terpenuhi jika dalam satu hari, sang ibu hanya makan nasi yang dicampur dengan garam dan airputih tanpa tambahan lauk lainnya. Ditambah lagi cara pemberian ASI dan posisi yang tidak tepat pada saat menyusui, serta perawatan bayi yang kurang tepat yang menjadi masalah utama pada keluarga ini.

Lain ceritanya jika calon orang tua benar-benar dipersiapkan menjadi orang tua. Perempuan yang akan akan menjadi ibu benar-benar dipersiapkan menjadi seorang ibu. Ibu merupakan ujung tombak keluarga, Ibu akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Dari seorang ibu lah anak-anaknya akan belajar banyak hal tentang kehidupan, serta dialah yang akan mempengaruhi kesehatan keluarganya.  Begitu juga laki-laki yang dipersiapkan menjadi ayah. Terkadang kita lupa peran ayah ini juga tak kalah penting dengan peran ibu dalam membangun keluarga serta membesarkan anak. Ayahlah yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sang ayah juga yang harus menjadi pengambil keputusan yang akan diambil dalam keluarganya, termasuk keputusan dalam menjaga dan mempertahankan status kesehatan keluarganya. Alangkah sempurnanya keluarga jika sang ayah dan sang ibu dapat memaksimalkan perannya masing-masing dan tahu apa yang harus dilakukan jika keluarganya menghadapi masalah, termasuk masalah kesehatan.

Pentingnya pendewasaan usia pernikahan menjadi WAJIB untuk dilakukan oleh setiap pasangan yang akan jadi ibu dan ayah. Jangan sampai karena keegoisan kita sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta, kita lupa ada anak yang akan menanggung beban. Ada anak juga yang nantinya akan menjadi korban akibat tidak adanya kesiapan kita menjadi orang tua. Persiapan mental maupun fisik menjadi hal yang wajib untuk dipersiapkan bagi calon ibu dan calon ayah dimasa yang akan datang.
Disisi lain, kita tidak boleh lupa ada tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat di dusun-dusun terpencil. Bahwa, dalam masalah perburukan status kesehatan ini ada tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Bisa jadi,  kita terlalu fokus  menuntut manusianya untuk berkembang, berkualitas dan berlari mengimbangi zaman. Tapi kita lupa bahwa ada tanggung jawab dari pemimpin kita yang belum tertunaikan. Memudahkan akses-akses yang penting yang merupakan hak setiap orang untuk memilikinya. Akses kesehatan, Akses Pendidikan, dan Akses informasi.

Mungkin ini tidak hanya terjadi disini, tapi ini masalah yang juga terjadi di seluruh dusun-dusun terpencil yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Akses pendidikan yang sulit yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Akses informasi yang terbatas juga mempengaruhi pengetahuan masyarakat, demografi yang sulit serta fasilitas kesehatan yang tidak tersedia memperparah terjadinya perburukan status kesehatan masyarakat yang tinggal di dusun-dusun terpencil.


Penulis : Zakiyyah Ahsanti R